Sebut Rp613 T Uang Masyarakat Raib karena 'Kuota Hangus', IAW: Ini Kejahatan Ekonomi Sistemik!

Praktik penghangusan kuota internet yang dilakukan operator seluler di Indonesia dinilai Indonesian Audit Watch (IAW) sebagai bentuk kejahatan ekonomi yang telah berlangsung sistemik.
Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, menegaskan, kuota yang telah dibayar penuh konsumen bukan sekadar data, melainkan aset digital yang menjadi hak milik sah.
"Coba tanyakan kepada siapa pun, saat membeli paket internet, apakah mereka membeli waktu atau membeli kuota? Jawabannya jelas bahwa masyarakat membeli kapasitas data, bukan sewa jam atau hari. Tetapi di Indonesia, yang terjadi justru menyedihkan, setelah Anda bayar penuh, kuota itu bisa hangus hanya karena masa aktif habis,” ujar Iskandar dalam keterangannya, Sabtu (14/6/2025).
Menurutnya, kuota yang hangus padahal belum terpakai, merupakan skema penghilangan nilai ekonomi rakyat secara sistemik. Ia menegaskan transaksi kuota internet adalah jual-beli barang dalam bentuk digital sebagaimana diatur dalam Pasal 1457 KUHPerdata.
"Sama seperti membeli air galon, Anda bayar untuk liter, bukan untuk jam minum," katanya.
Iskandar juga menyinggung Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan, konsumen berhak atas manfaat dari barang atau jasa yang dibeli. Artinya, kuota yang hangus padahal telah dibayar dinilai sebagai bentuk penghilangan manfaat secara sepihak.
“Pasal 1338 KUHPerdata menegaskan kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik. Tapi apakah adil jika operator menerima uang penuh tapi memusnahkan kuota hanya karena lewat tanggal?” ujarnya.
Baca Juga: Meutya Hafid Instruksikan Operator Sediakan Internet Murah dan Ngebut
Dia mengkritisi pernyataan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), soal spektrum frekuensi hanya dapat digunakan dalam masa tertentu. Pasalnya, token listrik dan e-toll yang juga berbasis frekuensi, namun tetap berlaku hingga digunakan.
“Negara seperti Australia dan Malaysia memberlakukan rollover atau konversi sisa kuota. Indonesia justru membiarkannya musnah, seolah-olah bukan hak milik rakyat,” katanya.
Iskandar menyebut aturan yang dijadikan acuan operator, yakni Peraturan Menteri Kominfo No. 5 Tahun 2021 Pasal 74, memang menyebut masa aktif, tetapi tidak satu pun pasalnya membolehkan penghangusan kuota yang telah dibayar.
Berdasarkan catatan IAW, dari tahun 2010 hingga 2024, sekira Rp613 triliun uang publik hangus dalam bentuk kuota yang tidak dikompensasi ataupun dicatat dalam pembukuan operator.
“Pasal 20 UU Perlindungan Konsumen melarang klausul baku yang merugikan. ‘Kuota hangus’ jelas merugikan. Jika kuota ini tidak dicatat sebagai liabilitas, maka operator bisa melakukan pengakuan pendapatan palsu. Ini masuk ranah pidana Pasal 3 UU Tipikor,” jelasnya.
Iskandar mendorong jalur hukum kolektif seperti class action dengan dasar Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum, dan judicial review terhadap Peraturan Menkominfo No. 5/2021 agar penghangusan kuota dilarang secara tegas.
Lebih lanjut, IAW juga merekomendasikan revisi UU Telekomunikasi dan Perlindungan Konsumen, agar kuota dinyatakan sebagai hak milik yang harus dikompensasi atau diberlakukan sistem rollover.
“BPK harus melakukan audit investigatif terhadap laporan keuangan operator telekomunikasi sejak 2010. KPK dan Kejagung perlu membentuk Satgas Tipikor Digital untuk menelusuri aliran dana dari kuota hangus,” tegas Iskandar.
Baca Juga: Kenalkan Infrastruktur Karya Anak Bangsa, Waskita Karya Siap Bangun Kolaborasi Global dalam International Conference on Infrastructure 2025
Selain itu, IAW juga mendesak Presiden untuk menerbitkan Perppu Perlindungan Konsumen Digital. Menurut Iskandar, isu tersebut bukan lagi persoalan teknis, tetapi sudah masuk ke ranah kejahatan ekonomi berskala nasional.
Ia menegaskan, jika kuota yang dibeli masyarakat terus dihapus tanpa audit, tanpa restitusi, dan tanpa konsekuensi hukum, maka negara secara terang-terangan membiarkan operator mengambil uang rakyat dan memusnahkannya.
“Kuota yang dibeli bukan sampah. Tapi sekarang, kuota adalah sampah digital termahal di dunia. Dan jika aparat tidak bergerak, kita akan catat: negara telah gagal melindungi hak milik digital rakyatnya sendiri,” pungkasnya.
相关文章
- JAKARTA, DISWAY.ID -Relawan Pra-Gib 2024 mendeklarasikan dukungan untuk capres-cawapres nomor urut 02025-06-15
Jaksa Sebut Rafael Alun Beli Aset Pakai Nama Istri dan Ibu untuk Samarkan Hartanya
JAKARTA, DISWAY.ID--Mantan Pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodojuga didakwa melakukan tindak2025-06-15Polri Beli 868 Ribu Gas Air Mata Senilai Rp 1.1 Triliun, ICW: Kenapa Masih Pakai yang Kadaluwarsa?
JAKARTA, DISWAY.ID- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan Polri telah membeli ratusan ribu2025-06-15Sampoerna, GSN, Impala dan Pemprov Jateng Berdayakan 1.000 UMKM Perempuan Lewat Program WEC Season 2
Warta Ekonomi, Jakarta - PT HM Sampoerna Tbk (Sampoerna) bersama dengan Gerakan Solidaritas Nasional2025-06-15Jaksa Belum Siap, Sidang Mario Dandy Ditunda Hingga 15 Agustus 2023
JAKARTA, DISWAY.ID-Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang pembacaan tuntutan terhadap terd2025-06-15Bareskrim Polri Ungkap Kasus TPPO Modus Program Magang ke Jepang
JAKARTA, DISWAY.ID--Bareskrim Polri mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan m2025-06-15
最新评论